“Mount Tuha”, Jejak James Siegel di Aceh






James Siegel seorang Profesor Antropologi  dan Studi Asia dari Cornell University, kelahiran  Amerika Serikat kelahiran 10 Februari 1937, dikenal sangat dekat dengan  tokoh DI/TII dan Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo  (1945-1953) Tgk Daud Beureueh di Beureunuen Pidie.

Profesor,  jebolan Universitas California,  Amerika Serikat bersama isterinya Sandra wanita berkebangsaan Prancis, tahun 1962-1964, pernah  tinggal di Aceh, menetap dirumah almarhum Abdurrahman Basyah (ARMAS) di Gampong Lada Kecamatan Mutiara Timur Kabupaten Pidie.

Minggu lalu penulis bersilaturahmi  dengan pemilik rumah Hj.Mariah binti Pardan (84),  walau sudah uzur nenek yang sudah mempunyai 28 cucu ini, ingatannya  masih kuat, penuh semangat bercerita berbagai kisah kehidupan  James Siegel selama menetap dirumahnya.

Didampingi putra sulungnya, Amir Armas, Hj Mariah menceritakan  kisah James Siegel  tinggal  di rumah Aceh miliknya. Rumah tersebut mempunyai 12 tiang (tameh). Menurut Hj Mariah, rumahnya ditunjuk sebagai tempat tinggal Siegel atas arahan Abu Daud Buereueh, tokoh utama dalam pemberontakan DI/TII Aceh yang menjadi objek penelitian Siegel, tempat tinggal James Siegel, jaraknya lebih kurang satu kilo meter ke kediaman Abu Daud Buereueh jelas Amir Armas.

Menurut Hj.Mariah penunjukan rumahnya sebagai tempat tinggal Jiem Seigel atas arahan Abu Daud Buereueh, saat menetap di gampong Lada Jiem Siegel didampingi (Alm) Prof Dr.Amin Aziz bertindak sebagai penterjemah, karena Jiem Siegel  masih kurang lancar bahasa Acehnya, Amin Azis  putra Aceh pakar bidang ekonomi Syariah yang sukses di Jakarta.

Histori keberadaan pria Amerika menetap di rumah tersebut,  tersisa sebuah sumur tua, di bangun saat James Siegel menetap bersama istrinya, “Mout Tuha” (sumur tua) itu keluarga kami yang bangun, saat pembangunan Siegel turut membantu tukang angkut batu bata ”, cerita Amir Armas mengenang masa kecilnya.

Cerita lain  juga disampaikan anak kedua pemilik rumah yaitu  Ir.Hasbi Armas (61) (mantan Sekretaris partai Demokrat Aceh/pengurus Gapensi Aceh) sekarang menetap dirumah tersebut bersama orang tuanya, menurut Hasbi masyarakat memanggil James Siegel  dengan nama  “Teungku Puteh” ada juga menyebutnya Tgk Jiem.

Penyebutan nama James Siegel berbau aceh oleh masyarakat, merupakan  penghormatan dan penerimaan masyarakat Aceh pada tamu yang datang dan menetap di lingkungan mereka, ini bagian dari adat dan sejarah Aceh yang menghormati dan memuliakan tamu, jelas Hasbi Armas.

Masa itu sudah berlalu, warga yang pernah tahu dan  kenal sosok Prof. Siegel sudah banyak  almarhum,   bukti peninggalan pria  Amerika pernah berbaur tinggal dalam komunitas  masyarakat aceh ada “Mount Tuha” (sumur tua) berukuran 4 x 3, dinding beton setinggi 1.80 m, mempunyai kedalaman 7 cincin sumur, di dinding bagian dalam tercoret tulisan James & Sandra Siegel, Nov,24,1963 dan  alamat Siegel di Amerika, sumur tersebut kini  berdiri kokoh di sudut sebelah kiri halaman rumah  Hj.Mariah  desa Gampong Lada Kecamatan Mutiara Timur, Pidie.



Sedangkan rumah Aceh  penuh ukiran sudah di bongkar, lokasi pertapakan rumah Aceh  sudah dibangun rumah beton minimalis masa kini, sisa sumur tersebut mempunyai makna  mendalam bagi warga,  siapapun generasi tua yang pernah mengetahui sosok "Tengku Puteh"  melihat sumur tersebut langsung terbayang nostalgia masa lalu keberadaan Profesor asal Amerika tersebut.

Saat tinggal di Gampong Lada,  Siegel  dekat dan    pandai bergaul  mengambil simpati masyarakat, memanggil nama orang kampung  sangat familiar, penuh kearifan lokal, bernuansa keacehan seperti Utoh Samad, Geuchik Rasyid, Imum Sabi, Chiek Mud, Toke Usuh, Mat Sehak,  Polem Husen, Tgk Thaleb, Apa Kaoy, Apa Don, Cupo Mariah, Cupo Bungsu, Cupo Minah, Cuma Syah, Cupo Baren, Mawa Sani dan nama aceh lainnya, setiap berjumpa orang kampung  dengan fasih dan akrab memanggil nama berbau ke acehan.

Bukti lain James Siegel  pernah tinggal di desa tersebut tertulis dalam buku  karangannya dalam bahasa Inggris berjudul The Rope of God (Berpegang pada Tali Allah), setahu penulis buku itu tidak banyak beredar di Indonesia. Isi buku  menceritakan kehidupannya selama tinggal di Gampong Lada Beureunuen dan Aceh secara umum, juga berisi  informasi pemikirannya  tentang sejarah, politik, kehidupan keagamaan dan  adat istiadat  masyarakat Aceh serta pandangannya dari seorang warga asing.

Warga desa generasi kelahiran 50-an kebawah,  masih sangat kental ingatan dan kenangan  kehidupan James Siegel, asal disingung cerita Siegel mereka langsung terbayang kenangan masa lalu, sambil bercerita bukti sumur tua  tersebut.

Seperti cerita seorang warga Apayeuk Don, bercerita  pribadi Jiem Siegel, "Jiem sangat  dekat dan berbaur dengan masyarakat kampung, “baik kerja udep dan kerja matee di gampong dia selalu hadir", jelasnya sambil menghisap rokok yang tinggal  setengah inci lagi.

Jiem juga ikut bersama masyarakat  menghadiri kanduri maulid di meunasah tetangga, kebiasaan masyarakat, setiap ada kanduri maulid di kampung saling mengundang, berkunjung  antar desa, untuk mencicipi kanduri maulid di meunasahnya, istilah mereka untuk desa tetangga mengundang besan.

Begitu juga kalau ada takziah orang meninggal desa tetangga "Tgk.Puteh" bersama masyarakat ikut melayat,  kalau ada gotong royong di sawah dan kanduri dia hadir berbaur dengan masyarakat jelasnya.

Keakrabannya tidak hanya dengan orang tua, dia juga pandai bergaul dengan anak muda, pernah pagi (Subuh) dia pergi ke meunasah melihat anak muda tidur meunasah, Jiem Siegel menjumpai anak muda yang baru bangun tidur,  Jiem Siegel bertanya  “Peu na lumpou buklam” (ada mimpi apa tadi malam) siapa  yang menjawab ada mimpi dan menceritakan mimpinya, Jiem langsung memberikan  uang sekedar  minum kopi dan sarapan  pagi, tidak ada  yang tahu  misteri  pertanyaan mimpi tersebut, sehingga gara-gara dikasih uang bagi yang bermimpi, besoknya  semua  yang tidur di meunasah merekayasa dan melapor cerita mimpi  dengan tujuan mereka juga dapat uang ngopi pagi, cerita Rahmad Rasyid bersama Amir Armas kebetulan pernah juga keciprat uang mimpinya.

James Siegel pernah  cukup lama meninggalkan Aceh,  saat konflik pernah datang  ke Aceh dan pasca gempa tsunami Siegel kembali mengunjungi rumah tersebut sambil melihat sumur yang telah menjadi sejarah kehidupannya bersama istri,   ini membuktikan kecintaannya  bagi masyarakat aceh, saat itu Siegel menanyakan warga  yang dia kenal, masih ada atau sudah meninggal, kalau masih ada, dia kunjungi bersilaturahmi sambil memberikan ala kadar bungong jarou, seperti kebiasaan orang aceh mengunjungi orang tua ataupun orang sakit, timpal Rosda Armas anak Hj Mariah yang sekarang menetap di Medan.

Untuk masakan tidak begitu masalah bagi Siegel, sehari-hari dia menyukai roti, kentang, masakan Padang, masakan aceh lebih suka masakan  bebek panggang dan udang, jelas Cupo Bungsu yang pernah memasak makanan untuk Tgk Jiem.

Selain kisah ini, tentunya banyak histori lain sekitar kita,  layak  diungkap, dilestarikan dan dibukukan. Sudah saatnya pemerintah, masyarakat dan pegiat sejarah  menggali, menginventarisir, berbagai bukti, kisah dan mewarisi kejadian masa lalu untuk kepentingan anak cucu di masa depan. 

Penulis : Zulkifli


Artikel ini pernah  tayang di serambinews.com dengan judul Sumur Tua, Jejak James Siegel di Aceh, pada tanggal /19/08/2019/.